Jumat, 13 Februari 2009

diary-diary (2)

catatan kecil yang pernah kugoreskan
pada hari kemaren
tentang robeknya sepotong hati
akhirnya tetap suatu kenyataan
serpihan goresan dtengah masa
terpancar dalam kepincangan langkah
ada hasrat mengalir pelan
merebak diubun-ubun
mengalir tenang
keterpakuan,
memang terkadang menyisakan nafas-nafas busuk
yang berhembus sepoi
membelai diamku
terasa perih menyesaki jiwa
menusuk dalam damai ... ... ...
ada serpihan luka menggores sukma
menamparku dalam nada-nada bahagia
n a m u n ... ...,
pucuk terlanjur menjulang tinggi
membalik awan
merengkuh mega
jua kan raup semua isi alam
untuk dipendam bersama hasrat

catatan kecil yang pernah kugoreskan
pada hari kemaren
tentang inginnya kubuang sesosok kegetiran
ternyata tak mampu ‘ntuk ku redam
ternyata tak kuasa ‘ntuk ku tahan
diary ... ... ...,
dalam beningmu
ingin kutorehkan selembar goresan
tentang getar hidup
yang terkadang tak mampu ‘ntuk ku mengerti
tentang cerita hidup
jua tentang berita takdir yang beku
buat sebuah masa yang kusam
dan tentang selembar nyawa
yang tersia-siakan oleh waktu
“ Tuhan ... ... ...
hanya kepada-Mu aku berserah diri ... ... ... ...-“

jakarta, april’02

r e n u n g a n

Mereka katakan jika orang memahami dirinya, dia memahami semua orang. Tetapi aku katakan padamu, apabila orang mencintai seseorang, dia belajar sesuatu mengenal dirinya sendiri.KG

Rabu, 11 Februari 2009

luka seorang pengembara

matahari tersenyum disudut jantung
rembulan pias diujung sukma
takdir bernyanyi dalam sepi
seorang pengembara berjalan
tertatih-tatih
memandang kelangit kelam
menatap awan
mencari arah
pengiring tujuan pupuslah sudah
perintang hati telah pergi
bunga mata telah sirna
ditelan waktu
dan suratan diri masih termiliki
ada yang lepas, pergi ... ... ... ...
berlari mencari diri
adakah kan kau temui ... ... ... ?
sang pengembara tersenyum kecil
seekor burung bertengger indah
diujung dedaunan hati
disangkar cahaya iman
... kemanakah kau ingin pergi ... ... ... ?
... apakah yang akan kau cari ... ... ... ?
“ ... burung kecil, hidup hanyalah sejenak, dan alam ... ... ,
takkan lebih besar dari hari yang kau jalani
waktu ..., bukan smakin panjang untuk kau rentang
namun,
akan bertambah pendek
dari hari yang telah kau lewati ... ... ... ...
kemaren, barangkali bahagia telah kau genggam
lalu kau akan merasa resah dan gelisah
dan esok,
yang kau temui adalah derita di iringi sesal yang tak bertepi ... ...,
mungkin hanya seketika,
tapi mungkin jua ‘ntuk selamanya ... ... ... ... ... ... ”
... ada sepotong tanya dan seonggok kata
menggelitik
dihati sang pengembara
sebaris tawa kecil meronai wajahnya
yang lelah
penuh guratan penderitaan
biarpun baru sesaat hidup terlalui
namun kerasnya siksa
telah membuatnya diam dalam kesendirian yang panjang
dimiliki dan memiliki
hanyalah sepenggal kata
yang terlahir dari kesombongan insan
ada dan tiada ~ adalah kata yang sama
suatu kamuflase dari kesemuan hidup
ah ... ... ... ... ... ... ... !
sang pengembara merenung menatap diri
tak ada memiliki apapun
jua tiada dimiliki siapapun
yang dipunyai hanya diri
dan yang mempunyai
jua tetap diri
segurat senyum hambar tergambar
digaris bibirnya
kesendirian ... ... ... ...
terkadang lebih memberi makna dalam hidup
seketika, terdengar dentingan-dentingan
ratap nada sumbang tembang tualang
kecap tua ... ...
membisiki telinganya
penuh rahasia hidup
nada-nada bongkahan hati
walaupun terasa sumbang
tapi menyayat dalam keindahan
penuh irama sepoi bayu
berhembus nenampar hati
mengelus sukma ... ...
dendangkan sepenggal cerita
tentang hari kemaren
tentang langkah yang tlah terjejaki
tentang seorang gadis kecil
yang telah tertinggalkan
bersama suratan diri
dalam peluk takdir Illahi ... ...
ada rasa tak rela
menyusup perlahan
mengaliri jiwa ... ...
tapi buat apa, jua ‘ntuk siapa
sang pengembara tengadah kelangit kelam
segenggam harap telah sirna ditelan masa
sekepal asa telah pupus dalam ilusi
tualang tetap sebuah tualang
dan perjalanan masih teramat jauh
tanpa batas waktu maupun masa
jua berjuta rintang
tlah menunggu didepan mata
beribu aral telah menanti dihari esok
mungkinkah masih ada waktu ‘ntuk merentang luka ...
yang pernah menggores ... ... ... ... ... ?
sang tualang terpana dalam kesendrian
perjuangan telah teramat nyata
adakah lagi gamang menyertai .. ... ...
adakah lagi bimbang mengiringi ... ... ...?
tualang telah dimulai
bersama pupusnya resah
di awal masa ... ...
angin berhembus lirih
meniup hati ... ~ membelai raga
sang pengembara terlena dalam diam
menatap kedepan sesa’at
ada sorot sedih meronai matanya
membayang dalam derita jiwa
yang selalu disertai luka
mungkinkah masih ada rindu dihari esok ... ... ... ?
mungkinkah masih ada cinta
kan iringi sepinya ... ... ?
mungkinkah masih tersisa
cahaya sang mentari untuknya ... ... ... ?
jua masih adakah sinar sang rembulan
yang kan terangi jalannya dikegelapan ... ... ?
beribu tanya bergayut didalam harap
untaian luka melambai bersama kelam
sejenak kekakuan meronai wajahnya
kerontang hidup
tlah membuatnya pekat dan keras
alam telah menempanya begitu kuat
dan tualang hanyalah butuh waktu
dalam perjuangan
takkan ada arti seonggok wajah dalam angan
dibanding kemegahan sesosok diri
dalam nyata
takkan ada arti sebuah nama
dalam bayangan
dibanding kebesaran nama sekeping diri
takkan ada arti segenggam cinta
dibanding keagungan sesuci diri
hanya diri yang kan didirikan
pada sepenggal tualang ... ... ... ...,
yang tiada akhir ... ... ... ~
“ wahai sang pengelana ... ...,
kebesaran terletak pada dirimu
kemegahan tergenggam dalam tanganmu
keagungan ada dalam fikiranmu
dan kemuliaan ... ... kan sertai langkahmu
seiring tualang yang tlah terjalani
serta kesucian
akan selalu berhembus dari nafasmu
kesendiranmu ada dalam dirimu
kesunyianmu terletak bersama dirimu
dan dalam kelammu
yang tiada batas waktu
itu telah melebihi dari segalanya
kau adalah kau
dan,
aku adalah aku
harapanmu ada dalam dirmu
dan dirimu ... ...
adalah harapanmu ... ... ... !”
sang pengembara masih terdiam
dalam kekakuan
yang bisu
seketika terdengar suara hati
merobek telinganya
menggetarkan jantungnya
mencubit sukma
dan menggoyang tiga tali temali hidupnya
sang pengembara tersentak
sadar dari ilusi mimpi
ada sorot aneh dimata merahnya
ada bening memancar dimanik kelamnya
bibirnya kembali guratkan senyum
senyum yang penuh makna
tentang dirinya yang sendiri
tentang hari esok yang kan terentang
ah ... ...,
luka adalah bunga
duka adalah aroma
dan siksa ...,
adalah wewangian harum
‘ntuk kebahagiaan sempurna
‘ntuk membuat indah sebuah tualang
dalam hidup
dan m a s a ... ... ... ... ... ...,-
... ... ... pasti kan jawab,-
semuanya ... ... ... ... ... ... ... ... ...~.


jakarta, april’02